1.1 Sejarah Pulp
Kertas
sudah mulai dikenal manusia sejak tahun 2000 SM. Ketika itu bangsa Mesir
membuat kertas dari serat sejenis pohon yang hidup disepanjang sungai Nil yang
dikenal dengan pohon Papirus.
Dalam proses pembuatannya, daun Papirus
dipukul satu persatu sampai pipih, kemudian dianyam hingga berbentuk anyaman.
Perkembangan
kertas ini mulai dikenal lebih baik pada saat ditemukan cara membuat kertas oleh bangsa Cina pada awal 100 M. Bangsa Cina
membuat lembaran kertas dari serat bambu dan pohon Murbay dengan hasil yang
lebih baik dari pada yang dibuat
oleh bangsa Mesir. Setelah
beberapa abad, seni membuat kertas ini semakin meluas sampai ke Timur Tengah dan ke benua Eropa hingga mengalami
perkembangan secara
terus menerus.
Keller
mengembangkan proses pembuatan pulp secara mekanis, akan tetapi kualitas kertas
yang dihasilkan sangat rendah.
Tahun
1851, Watt
dan Burges mengembangkan pembuatan pulp dari kayu melalui proses soda. Pada tahun 1875, Tilgham, seorang ahli kimia
Amerika mendapat hak paten untuk proses
sulfit yang
menghasilkan pulp
lebih baik (bleached pulp).
Proses
Soda pertama kali dipatenkan pada tahun 1854 M dan yang terakhir dipatenkan
pada tahun 1866 adalah pematenan proses recovery
soda dengan cara dibakar
di recovery boiler dalam mendapatkan
kembali sebagian besar alkali yang digunakan di dalam proses. Pabrik pembuatan pulp soda yang pertama dibuat
adalah pada tahun 1866.
Proses
kraft di temukan oleh Dahl pada tahun 1884 di Danzing. Proses
ini juga dinamakan
proses sulfat karena menggunakan Na2SO4 sebagai cairan
pemasak. Pada tahun 1909 proses sulfat dikenal di AS, dengan pulp yang tersedia 48% secara
mekanis, 40% secara sulfit, dan 12% secara proses soda.
.
Metode pulp yang baru
tersebut baru digunakan pertama kali secara komersil pada tahun 1885 di Swedia, mengikuti perkembangan metode ini, banyak pabrikan berubah menggunakan metode
kraft ini. Dorongan terbesar pembuatan pulp dengan metode kraft datang pada tahun 1930 dengan di perkenalkannya Tomlinson recovery furnace, di mana unit
evaporasi larutan pemasak , bagian pembakaran larutan pemasak dan reaksi
kimia dijadikan satu unit, dan
akhirnya pada awal tahun 1950 diperkenalkan
proses pengelantangan dengan menggunakan klorin dioksida.
1.2 Latar Belakang
Penggunaan
kertas di dunia saat ini telah mencapai angka yang sangat tinggi. Menyikapi hal
ini pemerintah berencana menjadi produsen pulp dan kertas terbesar dunia
(Syafii, 2000). Permasalahannya adalah, produsen pulp dan kertas di tanah air
pada umumnya menggunakan kayu hutan sebagai bahan baku. Simajuntak (1994)
mengemukakan 90% pulp dan kertas yang dihasilkan menggunakan bahan baku kayu
sebagai sumber bahan berserat selulosa.
Dapat
diprediksikan bahwa akan terjadi eksploitasi hutan secara besar-besaran apabila
kelak Indonesia menjadi produsen pulp terbesar di dunia. Terganggunya
kestabilan lingkungan menjadi dampak yang perlu mendapat perhatian khusus. Adapun konsumsi pulp dan kertas di Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 1.1
Industri
pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang mengalami perkembangan pesat
dalam kurun waktu terakhir ini. Industri ini juga menjanjikan devisa yang besar
dan merupakan salah
satu komoditi ekspor andalan Indonesia. Indonesia menempati
posisi 12 dalam jajaran produsen pulp dunia dengan ekspor 4,1 juta ton di tahun
1998. Sementara itu Amerika Serikat menempati urutan pertama dengan menyumbang
32,6% pada produksi total pulp dunia.
Meningkatnya
kapasitas produksi dari industri kertas tidak hanya karena banyaknya pabrik
yang dibangun, tetapi juga lebih dikarenakan adanya perubahan pola konsumsi
kertas di Indonesia, walaupun konsumsi kertas di Indonesia masih tergolong
rendah dibanding negara lain. Perubahan pola konsumsi di Indonesia justru dari
bergesernya kebutuhan akan kertas budaya (kertas yang dipakai dalam dunia tulis, cetak dan sebagainya) untuk
industri (kertas yang digunakan dalam hal pengepakan dan pengemasan). Hal ini
dikarenakan permintaan kertas untuk keperluan
industri seperti pengepakan atau kemasan lebih besar dibanding permintaan untuk
kertas budaya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi kertas di Indonesia, antara lain rendahnya tingkat pendapatan serta
adanya faktor budaya dan kebiasaan. Penggunaan kertas seperti tisu sudah amat
mengakar di negara-negara barat, pada hampir semua keperluan sehari-hari
bergantung pada produk kertas. Tetapi perlu juga diakui bahwa penggunaan kertas
untuk keperluan tulis-menulis di Indonesia memang masih rendah.
Tabel 1.1 Konsumsi
pulp dan kertas di Indonesia tahun 2005-2011
Tahun
|
Import (kg)
|
Ekspor (kg)
|
Produksi (kg)
|
Konsumsi
(kg)
|
2005
|
242.825.561
|
80.895.785
|
99.302.373
|
261.232.149
|
2006
|
195.613.074
|
95.231.905
|
963.416.000
|
1.063.797.169
|
2007
|
137.966.059
|
115.694.836
|
1.777.500.000
|
1.799.771.223
|
2008
|
172.479.593
|
44.400.000
|
9.930.237.300
|
10.102.276.890
|
2009
|
211.043.627
|
104.051.392
|
9.006.927.060
|
9.149.087.292
|
2010
|
229.672.028
|
116.274.883
|
11.156.411.411
|
11.313.768.552
|
2011
|
248.300.428
|
128.498.374
|
13.305.895.762
|
13.478.449.812
|
Sumber: Data BPS HS 4702000000
Guna menunjang kebutuhan kertas yang
semakin meningkat tersebut maka pabrik kertas di Indonesia perlu ditingkatkan
baik kualitas maupun kuantitasnya. Terlebih lagi kertas dibuat dari bahan baku
yang terbarukan,
yang dalam hal ini Indonesia mempunyai potensi besar dapat dikembangkan
sekaligus untuk membantu reboisasi serta pemanfaatan hasil hutan dan pertanian
di Indonesia.
Langkah strategis yang di ambil
pemerintah antara lain dengan program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagai tumpuan utama pasokan bahan
baku industri di masa mendatang. Namun demikian sampai saat ini keberhasilan
program tersebut belum terlihat, karena pasokan bahan baku untuk industri pulp
dan kertas tetap saja belum terpenuhi.
Beberapa
hal yang menyebabkan program HTI belum berhasil, diantaranya adalah jenis-jenis
tanaman yang mudah sekali terserang hama penyakit, sehingga dapat mengurangi
produksi kayu yang dihasilkan serta ancaman bahaya kebakaran, seperti yang
terjadi pada pertengahan tahun 1997 hingga akhir 1998 yang telah menyebabkan
rusak dan hilangnya potensi jutaan meter kubik kayu siap panen di dalam kawasan.
Berdasarkan
hal tersebut di atas,
maka perlu kiranya dicari alternatif bahan
baku lignoselulosa lainnya yang dapat menggantikan atau paling tidak dapat
menjadi bahan baku penunjang produksi pulp dan kertas. Salah satu sumber
ligneselulosa yang didapat berasal dari pelepah kelapa sawit yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp dan kertas.
Kertas telah menjadi bagian
penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dari waktu ke waktu.
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan manusia maka menyebabkan angka
kebutuhan akan penggunaan kertas juga semakin meningkat. Namun saat ini
industri pembuatan kertas menggunakan kayu hutan sebagai bahan baku terbesar
untuk pembuatan kertas, hal tersebut dapat membahayakan lingkungan jika semua
kayu digunakan untuk pembuatan kertas. Sehingga dibutuhkan alternatif lain
sebagai bahan baku pembuatan kertas dari sektor non kayu (A.Rodriguez, 2008).
Pelepah kelapa sawit menjadi
salah satu limbah pertanian yang berpotensi untuk menjadi bahan baku pembuatan
kertas. Selama ini limbah pelepah kelapa sawit belum di gunakan secara
maksimal. Pelepah kelapa sawit hanya dimanfatkan untuk pengeras jalanan di
pabrik dan abunya dijadikan sebagai pupuk. (Kleinert,T.N, 1974). Namun menurut
penelitian yang sudah ada kandungan selulosa yang tinggi dalam pelepah kelapa
sawit 56.03% hal itu menjadi indikator penting sebagai bahan baku dalam proses
pembuatan kertas. (Khalil et al, 2008)
Proses dalam industri pulp dan kertas kebanyakan
adalah menggunakan proses kimia, yaitu proses soda, sulfat (kraft), sulfit, dan organosolv. Pada saat ini proses yang paling sering digunakan
adalah proses Kraft, namun proses ini berdampak buruk bagi lingkungan karena
menghasilkan limbah yang tidak ramah lingkungan. Maka dari itu perlu di
kembangkan proses pembuatan kertas yang ramah lingkungan.
Organosolv
merupakan salah proses pembuatan kertas dengan menggunkan pelarut organik.
Prinsipnya berdasarkan fraksional biomassa menjadi komponen utama penyusunnya
(selulosa, hemiselulosa, dan lignin) tanpa banyak merusak dan
mengubahnya dan dapat juga diolah lebih lanjut menjadi produk yang dapat dipaparkan.
Kelebihan dari proses oraganosolv dibandingkan dengan yang lain adalah
berdampak baik bagi lingkungan dimana tidak menimbulkan pencemaran seperti
gas-gas yang disebabkan oleh belerang, dan pelarut organik bekas dapat
digunakan kembali setelah dimurnikan terlebih dahulu. Serta memiliki produk
samping yang memiliki daya jual yang berupa glukosa, heksosa, fulfural,
adhesive, serta bahan kimia lainnya (Jalaluddin,
2005).
Proses
organik yang dipilih pada proses ini adalah proses asam asetat. Proses ini
memiliki beberapa keistimewaan diantaranya mudah dalam pengoperasian (baik pada
temperature tinggi maupun rendah), selektifitas dalam mempertahankan selulosa, formula
non sulfur, dan kemungkinan daur ulang mudah dengan beberapa bahan kimia
organik (Sahin dan Young, 2008). Asam asetat juga merupakan salah satu
asam organik pertama yang digunakan untuk delignifikasi bahan baku
lignoselulosa dalam penelitian laboratorium (Sahin dan Young, 2008). Ini telah
diterapkan untuk kayu keras dan kayu lunak , bahkan untuk bahan non - kayu,
dengan mengunakan katalis menggunakan HCl (metode Acetosolv) dan tanpa non
-katalis (metode Acetocell ) ( Ligero et
al . , 2007) .
1.2.1
Selulosa
Selulosa
merupakan komponen yang tidak asing lagi bagi manusia, misalnya kapas
mengandung unsur selulosa sampai 99%. Kertas tulis halus juga mengandung
sebagian besar selulosa yang dibuat dari fraksi kayu.
Selulosa
dibuat langsung dari unit-unit glukosa dimana pohon mengangkut glukosa ke
pusat-pusat pengolahan yang terletak pada bagian batang. Dalam suatu proses
yang kompleks, glukosa mengalami perubahan-perubahan (modifikasi secara kimia)
dengan dipindahkan satu molekul air dari setiap unit dan terbentuklah suatu
anhydride (C6H12O6). Unit – unit glukosa kemudian
saling bersambungan ujung-ujungnya membentuk polimer berantai panjang yaitu (C6H12O6)n,
(n adalah 500 -10000).
Selulosa
tedapat dalam tanaman sebagai komponen penyusun dinding sel. Adapun sifat –
sifat dari selulosa adalah sebagai berikut:
1. Tidak
berwarna
2. Tidak
larut dalam air, alkalis dan asam encer
3. Larut
dalam NaOH
4. Hidrolisa
yang sempurna dalam suasana asam menghasilkan glukosa
5. Hidrolisa
tidak sempurna menghasilkan maltosa
1.2.2
Hemiselulosa
Glukosa
adalah gula yang terpenting yang dihasilkan oleh fotosintesis. Gula – gula lain
dengan 6- karbon seperti galaktosa dan manosa serta gula dengan 5- karbon
seperti xilasa dan arabinosa juga diproduksi dalam daun. Gula- gula ini bersama
gula lain (glukosa) dipergunakan untuk mesintesa polimer-polimer dengan berat
molekul yang relatif rendah (disebut dengan selulosa).
Hemiselulosa
merupakan suatu polimer dengan rantai pendek bercabang. Struktur dan monomer
penyusunnya berbeda-beda untuk setiap tumbuhan. Polisakarida dalam hemiselulosa
belum dapat dipisahkan dengan jelas. Kesulitan dalam pemisahan timbul bukan
hanya disebabkan oleh adanya perbedaan jenis molekul, tapi juga disebabkan oleh
perbedaan derajat polimerisasi tiap jenis molekul. Meskipun demikian
hemiselulosa memiliki beberapa sifat yang umum. Hemiselulosa dapat larut dalam
alkali dan lebih mudah dihidrolisa oleh asam jika dibandingkan dengan selulosa.
1.2.3
Lignin
Lignin
adalah polimer yang komplek dengan berat molekul yang tinggi dan tersusun atas
unit–unit fenil propan. Meskipun tersusun atas karbon, hydrogen dan oksigen
tetapi lignin bukanlah suatu karbohidrat. Lignin terdapat diantara sel-sel,
yang berfungsi sebagai pengikat. Untuk mengikat sel secara bersama–sama. Dalam
dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa yang mempunyai fungsi
untuk memberikan kekuatan pada sel.
Lignin
tidak dapat larut dalam air dan asam mineral. Pada struktur jaringan tumbuhan,
lignin berkaitan dengan selulosa dan hemiselulosa. Hal ini menyebabkan
timbulnya hambatan pada proses hidrolisis selulosa oleh asam atau enzim. Adanya
hambatan ini menyebabkan perlunya dilakukan perlakuan pendahuluan untuk
memisahkan lignin dari selulosa.
Pada
industri pulp dan kertas, lignin yang terdapat pada bahan baku kayu harus
segera dipisahkan karena kehadiran lignin menyebabkan kertas yang dihasilkan
akan memiliki kualitas yang rendah. Proses pemisahan ini dapat dilakukan dengan
tiga macam cara yaitu proses mekanik, kimia dan semi kimia.
Proses
pulping yang banyak digunakan adalah
proses kimia. Proses ini merupakan proses pemasakan kayu dengan bahan-bahan
kimia sehingga lignin dan bahan-bahan pengatur lainnya dapat dihilangkan
sebanyak mungkin dari serat-serat selulosa.
1.3
Penggunaan Produk
Penggunaan
kertas telah merambat ke berbagai segi kehidupan manusia. Berdasarkan
pemanfaatannya, kertas terbagi menjadi kertas budaya, industri dan konsumsi.
Kertas budaya merupakan produk kertas yang dipakai dalam dunia tulis-cetak dan
semacamnya. Sedangkan kertas industri banyak digunakan dalam hal pengemasan dan pengepakan. Kertas konsumsi
sendiri merupakan produk kertas yang memang penggunaanya untuk konsumsi rumah
tangga atau industri seperti kertas tisu, sigaret dan lain sebagainya,
umumnya produk kertas memang dirancang menjadi barang sekali pakai dan buang
seperti tisu, gelas dan piring kertas atau sebagainya, dan ini yang membuat
volum limbah kertas pun menjadi tinggi.
1.4 Kapasitas Pabrik
Direncanakan
mendirikan pabrik pulp pada tahun 2020. Dari hasil regresi data ekspor, import,
produksi dan konsumsi pulp pada tahun 2005-2011 didapatkan data-data untuk
perkiraan tahun 2020 adalah sebagai berikut :
Impor =
272.965.800 kg = 272.965 ton
Ekspor =
172.114.001 kg = 172.114 ton
Produksi = 35.420.754.865 kg = 35.420.754 ton
Konsumsi
= (impor + produksi) –
ekspor
= (272.965
+ 35.420.754) ton – 172.114 ton
= 35.521.606 ton
Dengan asumsi adanya pabrik pulp lain yang masih beroperasi dan
jumlah bahan baku yang tersedia, maka kapasitas pabrik baru yang akan
beroperasi adalah 0,17% dari total peluang yang ada, sehingga didapat:
Kapasitas produksi = 0, 17% x 35.521.606 ton
= 60.000
ton / tahun
Masa
kerja dalam satu tahun dianggap 330 hari kerja.
Direncanakan membuat pabrik pulp dari ampas tebu dengan kapasitas 60.000 ton /
tahun.
1.5 Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk
Bahan baku yang
direncanakan akan dipakai pada pabrik pulp ini adalah pelepah kelapa sawit.
1.5.1 Sifat Pelepah Kelapa Sawit
1.5.2 Karakteristik Pulp
Pulp mempunyai kadar air berkisar 5
– 6% dan mempunyai sifat yang tidak larut dalam air dan pelarut organik.
Sifat fisik dan kimia dari pulp
adalah sebagai berikut:
1. Derajat
polimerisasi : 1000
2. Berat
molekul : Dp * 162
3. Spesifik
gravity : 1,55
4. Spesifik
heat : 0,33 kal/gr C
5. Kadar
selulosa : 94%
6. Mengembang
dalam : Larutan
NaOH
7.
Larut dalam : reagent schweitzer
8. Kandungan
air : 6%
1.6
Tujuan Rancangan
Tujuan
rancangan pabrik ini adalah untuk memproduksi pulp skala pabrik melalui proses
kimia dan untuk menanggulangi impor kertas. Dengan demikian arah pembangunan
industri yakni memajukan kemandirian perekonomian dapat diwujudkan. Adapun
tujuan lainnya dapat diperoleh dari pembangunan pabrik ini antara lain yaitu:
·
Mengoptimalkan pemanfaatan limbah
pertanian secara produktif
·
Membantu pemerintah dalam upaya
meningkatkan produksi non migas
·
Menambah pendapatan negara berupa pajak
penghasilan
·
Pengolahan hasil limbah pertanian
menjadi hasil industri yang mempunyai nilai lebih dan ekonomis
Menjual defoamer anti busa untuk industri asbes,kertasb, makanan dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
ReplyDeleteWA:081310849918
Terima kasih